Jumat, 18 November 2011

Wahyudi  Sulistyo. SPd


STRATEGI PENGASUH DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPRIBADIAN SISWA YANG STABIL



 






















Bagi
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN
BRIGADIR POLISI TUGAS UMUM


SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO



 






STRATEGI PENGASUH DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPRIBADIAN SISWA YANG STABIL









PENDIDIKAN PEMBENTUKAN
BRIGADIR POLISI TUGAS UMUM



















SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO


 



SAMBUTAN

KEPALA SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO


            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah dan rahmat – Nya, buku sebagai bahan referensi bagi Pengasuh dalam proses Pengasuhan dan Pembinaan di Lembaga Pendidikan Sekolah Kepolisian Negara Lido ini dapat diselesaikan .
            Kebutuhan akan tersedianya buku sebagai referensi dan panduan bagi seorang pengasuh maupun seorang tenaga pendidik perlu diadakan secara berkesinambungan . Menyajikan sebuah buku pedoman yang relative lengkap, dilihat dari aspek materi yang dikemukakan dakam buku yang bersangkutan, dirasakan cukup sulit dilakukan, hal tersebut disebabkan  begitu luas dan bervariasinya ruang lingkup Pengasuhan dan Pembinaan siswa didik di lembaga pendidikan .
            Dengan Buku ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana pengetahuan sebagai referensi bagi Pengasuh untuk bertindak lebih profesional  selaku Pengasuh pada proses Pengasuhan dan Pembinaan siswa didik di lembaga pendidikan Sekolah Kepolisian Negara Lido.  
Meskipun demikian, kami tetap mengharap agar bahan pustaka ini dapat bermanfaat tidak saja sebagai buku referensi dan pengetahuan  dalam Pengasuhan siswa didik, melainkan juga sebagai sumber informasi keterangan dan pengetahuan bagi sekalian yang bekerja dalam bidang tehnologi pendidikan khususnya dan pendidikan pada umumnya.  
i
            Kepala Sekolah Kepolisian Negara Lido, mengucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian buku ini. Selanjutnya  KA SPN Lido mengharapkan kepada semua pihak untuk menyampaikan saran dan kritik kepada Penulis demi sempurnanya buku ini.
            Semoga buku ini dapat dimanfaatkan secara optimal dalam Proses Pengasuhan dan Pembinaan untuk mewujudkan hasil didik di SPN Lido yang Profesional, Bermoral dan Patuh Hukum serta selaku Pejuang Kemanusiaan Polri yang diharapkan . 



                                                            Cigombong,       Juni  2008

                                    KEPALA SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO                




                                                        Drs. H. IKE EDWIN . SH, MH
KOMISARIS BESAR POLISI  NRP. 60020853















ii


DAFTAR   ISI



SAMBUTAN KA SPN LIDO…………………………………………..
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
iii
PRAWACANA………………………………………………………….
iv


BAB   I

PEMAHAMAN UMUM TENTANG KARAKTER

1.
Terminologi  Karakter ………………………………..
2

2.
Pandangan Siswa Terhadap Karakter Pengasuh ……..
4








BAB   II

TUJUAN  PENDIDIKAN  KARAKTER


1.
Pengaruh  Lingkungan Membentuk Karakter  Siswa

6

2.
Gaya Kepemimpinan Pengasuh Dalam  Pembentukan  Karakter Siswa ……………………………………….
8

3.
Pelayanan pengasuh Sebagai Pembentukan  Karakter  Siswa …………………………………………………
11





                                                                               
BAB   III
PENDIDIKAN  KARAKTER  DILEMBAGA KEPOLISIAN


1.
Kriteria Nilai – nilai Dalam Pendidikan Karakter …….
19

2.
Keteladanan …………………………………………...
21




iii

PRAWACANA


Wahyudi  Sulistyo. SPd. MH


STRATEGI PENGASUH DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPRIBADIAN SISWA YANG STABIL



 






















Bagi
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN
BRIGADIR POLISI TUGAS UMUM


SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO



 






STRATEGI PENGASUH DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEPRIBADIAN SISWA YANG STABIL









PENDIDIKAN PEMBENTUKAN
BRIGADIR POLISI TUGAS UMUM



















SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO


 



SAMBUTAN

KEPALA SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO


            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah dan rahmat – Nya, buku sebagai bahan referensi bagi Pengasuh dalam proses Pengasuhan dan Pembinaan di Lembaga Pendidikan Sekolah Kepolisian Negara Lido ini dapat diselesaikan .
            Kebutuhan akan tersedianya buku sebagai referensi dan panduan bagi seorang pengasuh maupun seorang tenaga pendidik perlu diadakan secara berkesinambungan . Menyajikan sebuah buku pedoman yang relative lengkap, dilihat dari aspek materi yang dikemukakan dakam buku yang bersangkutan, dirasakan cukup sulit dilakukan, hal tersebut disebabkan  begitu luas dan bervariasinya ruang lingkup Pengasuhan dan Pembinaan siswa didik di lembaga pendidikan .
            Dengan Buku ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana pengetahuan sebagai referensi bagi Pengasuh untuk bertindak lebih profesional  selaku Pengasuh pada proses Pengasuhan dan Pembinaan siswa didik di lembaga pendidikan Sekolah Kepolisian Negara Lido.  
Meskipun demikian, kami tetap mengharap agar bahan pustaka ini dapat bermanfaat tidak saja sebagai buku referensi dan pengetahuan  dalam Pengasuhan siswa didik, melainkan juga sebagai sumber informasi keterangan dan pengetahuan bagi sekalian yang bekerja dalam bidang tehnologi pendidikan khususnya dan pendidikan pada umumnya.  
i
            Kepala Sekolah Kepolisian Negara Lido, mengucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian buku ini. Selanjutnya  KA SPN Lido mengharapkan kepada semua pihak untuk menyampaikan saran dan kritik kepada Penulis demi sempurnanya buku ini.
            Semoga buku ini dapat dimanfaatkan secara optimal dalam Proses Pengasuhan dan Pembinaan untuk mewujudkan hasil didik di SPN Lido yang Profesional, Bermoral dan Patuh Hukum serta selaku Pejuang Kemanusiaan Polri yang diharapkan . 



                                                            Cigombong,       Juni  2008

                    KEPALA SEKOLAH KEPOLISIAN NEGARA LIDO                




                                                        Drs. H. IKE EDWIN . SH, MH
 KOMISARIS BESAR POLISI  NRP. 60020853















ii


DAFTAR   ISI



SAMBUTAN KA SPN LIDO…………………………………………..
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
iii
PRAWACANA………………………………………………………….
iv


BAB   I

PEMAHAMAN UMUM TENTANG KARAKTER

1.
Terminologi  Karakter ………………………………..
2

2.
Pandangan Siswa Terhadap Karakter Pengasuh ……..
4








BAB   II

TUJUAN  PENDIDIKAN  KARAKTER


1.
Pengaruh  Lingkungan Membentuk Karakter  Siswa

6

2.
Gaya Kepemimpinan Pengasuh Dalam  Pembentukan  Karakter Siswa ……………………………………….
8

3.
Pelayanan pengasuh Sebagai Pembentukan  Karakter  Siswa …………………………………………………
11





                                                                               
BAB   III
PENDIDIKAN  KARAKTER  DILEMBAGA KEPOLISIAN


1.
Kriteria Nilai – nilai Dalam Pendidikan Karakter …….
19

2.
Keteladanan …………………………………………...
21




iii

PRAWACANA



            Kita maklumi bersama, bahwa tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang sehat jasmani dan rohani. Generasi Penurus Kepolisian yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Sekolah Kepolsian Negara Lido adalah Remaja sebagai generasi penerus bangsa yang tentunya perlu pembinaan untuk mempersiapkan diri agar menjadi insan Polri yang dewasa secara phisik dan psikhis / rohaniah. Tentunya dalam tahap pembinaan tersebut banyak menghadapi berbagai masalah yang luas dan komplek, yang harus ditanggulangi secara serius.
            Masa pembentukan adalah suatu periode yang rawan yang memerlukan pengasuhan dan pembinaan serta pendekatan dari seorang pengasuh yang dapat mewarnai pembentukan karakternya. Dimana pembentukan karakter yang didapat dilembaga pendidikan dapat mempengaruhi kehidupannya dimasa depan, dan akibatnya akan mempengaruhi masa depan Kepolisian.




iv

            Prof. H. SUKARNA. MA ( Rektor IKIP Medan ) mengatakan bahwa masalah remaja dan generasi muda adalah masalah kita semua, semua kita bertanggung jawab dalam pembinaan mereka, karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan meneruskan kelangsungan hidup Negara dan Bangsa Indonesia. Banyak permasalahan dikalangan remaja dan generasi muda yang perlu jadi perhatian dalam usaha mendidik mereka menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu menjadi pemimpin bangsa ini kelak.
            Sejalan dengan pendapat diatas, B.A. SITANGGANG, SH. Mengatakan bahwa membina remaja merupakan tugas dan tanggung jawab yang mulia bagi orang tua, Guru atau para Pendidik, Aparat Pemerintah dan semua pihak. Dapat kiranya dipastikan bahwa tidak seoranagpun diantara kita yang hendak mengelakan tugas dan tanggung jawab ini, akan tetapi kekurang pahaman kita tentang mengetahui kepribadian dan permasalahan anak didik kita , membuat kita enggan membicarakan dan enggan untuk melaksanakan pembinaan yang serius dan mengarah kepada pembentukan karakter anak didik kita .
           Penulis sangat berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak KA SPN LIDO, Drs. H. IKE EDWIN, SH, MH yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat referensi dalam pengasuhan dan pembinaan ini. Penulis sungguh bersyukur atas selesainya buku yang amat sangat sederhana ini, semoga diseberang jerih payah maupun hambatan yang dihadapi, dapat kiranya buku ini untuk dibaca dan dipetik manfaatnya sehingga tercapai hasil yang diniatkan.
            Atas segala perhatian dan dukungan pembaca yang budiman terlebih dahulu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya .
                                                           
Penulis
 WS
v
BAB   I
PEMAHAMAN  UMUM  TENTANG  KARAKTER




            Studi tentang karakter telah lama menjadi pokok perhatian para psikolog, pedagog dan pendidik. Apa yang disebut karakter bias dipahami secara berbeda-beda oleh para pemikir sesuai penekanan dan pendekatan mereka masing-masing. Oleh karena itu memang tidak mudahlah menentukan secara definitive apa yang dimaksud dengan karakter.
            Secara umum, kita sering mangasosiasikan istilah karakter dengan apa yang disebut temperamen yang memberikan sebuag definisi yang menekankan unsure psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan kontek lingkungan. Kita juga bias memahami karakter dari sudut pandang behaviorial yang menekankan unsur sematopsikis (semata-mata pada jiwa) yang dimiliki oleh individu sejak lahir.  Disini istilah karakter dianggap sama denga kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai cirri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan orang sejak lahir .
Berbicara tentang karakter dalam pendidikan, mau tidak mau kita mempertanyakan secara kritis gambaran manusia macam apa yang ada dalam kepala kita. Benar kata FRAIRE, bahwa  “ setiap psikis pendidikan  mengandaikan sebuah konsep tentang manusia dan dunia “. Dari gambaran manusia inilah kita mampu menurunkan jawaban-jawaban yang konsisten atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pendidikan. Memahami pendidikan karakter sebagai hasil dari usaha manusia tidaklah tanpa masalah. Jika dipahami secara demikian, pendidikan karakter menjadi semacam tambahan atau asesoris bagi manusia berupa hasil dari pengembangan dirinya.


1
Doni Koesoema. A  ( 2007 ; 82 ) mengatakan bahwa “ apakah karakter hanyalah asesoris atau embel-embel semata yang menjadi nilai tambah seorang pribadi ? Dimana kekhasan dan kepentingan pendidikan karakter dalam kontek keharmonisan dengan kodrat natural kita ? AApakah karakter itu hanya berupa kualitas kepribadian yang ditambahkan pada seorang pribadi atau justru karakter pada hakekatnya merupakan struktur intern dalam diri manusia sehingga karakter merupakan sekaligus proses dari hasil ( berupa kualitas kepribadian ) pertumbuhan itu sendiri. Denga kata lain apakah karakter itu sesungguhnya struktur antropologis dari manusia itu sendiri “ .


1.       Terminologi  Karakter

            Akhir abad ke-18 terminologi karakter muncul dan mengacu pada sebuah pendekatan idealis – spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normative. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden ( diluar segala kesanggupan manusia / luar biasa / utama ) yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan social. Namun pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti dari sejarah pendidikan itu sendiri.
            Pendidikan karakter berkembang dalam sejarah peradapan umat manusia, asumsi-asumsi pokok dibalik ini bagaimana pemahaman konseptual tentang manusia sebagai “homo educans” (manusia yang  pembelajar) yang terlahir dari dinamika sejarah tersebut. Selain meletakan sejarah pendidikan karakter dalam lingkup global, sejarah pendidikan karakter juga dalam konteks ke Indonesiaan dengan menyelami secara khusus pendidikan karakter seperti digagas oleh pemikir Indonesia Bapak. Ir. Soekarno, melalui gagasannya tentang pembentukan karakter bangsa, tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, serta relevansi , tantangan dan perkembangannya bagi pendidikan karakter di Indonesia .
2
           
 













Dalam area proses pembelajaran dan pelatihan dilembaga pendidikan setiap peserta didik atau siswa senantiasa mengingat apa karakter dari pengasuh dan pendidiknya. Ada beraneka ragam jenis karakter yang melekat pada tiap-tiap pengasuh, ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang tampil sebagai pahlawan dan ada yang sebagai pemimpin saja, ada karakter yang dapat berkesan bagi siswanya tapi ada pula karakter yang tidak disukai oleh siswanya, semua hal tersebut tidak dapat dihalangi dalam suatu proses pembelajaran dan pembentukan siswa. Pilihan siswa terhadap karakter dari pengasuhnya akan terekam dengan baik dan selalu diingat sampai kapan pun. Karakter pengasuh akan membentuk suatu kepribadian tersendiri bagi siswa didiknya


3


2.         Pandangan  Siswa terhadap  Karakter  Pengasuh

            Homeros dalam Doni Koesoema ( 2007 ; 13 ) mengatakan bahwa gambaran manusia ideal tampil dalam gambaran diri seorang pahlawan. Ia memiliki gambaran yang tegas antara apa yang disebut manusia yang baik  ( berkeutamaan ) dan manusia yang tidak baik ( tidak memiliki keutamaan ). Oleh karena itu ideal manusia adalah menjadi manusia yang baik (aner agathos). Manusia yang digambarkan disini adalah manusia yang memiliki kualitas penampilan phisik, sukses dan terkenal tanpa cacat. Ia harus memiliki kegemilangan keberanian dan memperoleh kemenangan dalam perang, harus kuat, besar dan tampan, harus berbicara dengan baik didalam permusyawaratan dan memberikan nasehat yang masuk akal.
            Bagi pandangan siswa terhadap pengasuh dalam proses pengasuhan dan pembinaan akan selalu berkiblat pada karakter pengasuh yang ditampilkannya sehari-hari. Siswa akan mencontoh dan sedapat mungkin meniru karakter yang ditampilkan pengasuhnya dan tentunya karakter yang ditiru oleh siswa adalah karakter yang disenanginya.
Agama adalah media yang tepat dalam pembentukan karakter siswakarena jauh sebelum siswa masuk kedalam lembaga pendidikan seperti sekarang ini dia sudah mendapat bimbingan baik dari orang tuanya maupun gurunya melalui media pembelajaran kehidupan beragama. Sering kita lihat ada seorang Gadik yang memerintahkan siswa bahkan mungkin menghukum siswa bila tidak melaksanakan kegiatan agama, namun dibalik itu semua gadik yang merupakan wakil orang tuanya tidak menyertakan dengan kegiatan individunya, dalam arti kata bila kita memerintahkan anak didik kita untuk shollat atau sembahyang maka kita pun seharusnya ikut pula melaksanaknnya dan akan lebih baik bila gadik tersebut mau berdampingan dengan siswa tersebut.

4
            Seperti apa yang diungkapkan oleh Dr. Zakiah Daradjat ( 1982 ; 15 ) yang mengatakan bahwa “ dalam pembinaan moral, terutama bagi remaja, agama sangat penting. Pembinaan itu terjadi melalui kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua dengan jalan memberi contoh. Dan pembinaan itu tidak mungkin dilakukan dengan jalan pengertian saja, karena kebiasaan jauh lebih berpengaruh dari pengertian dan pengetahuan tentang moral, apalagi pada orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.
            Banyak contoh dilapangan bahwa petugas Kepolisian banyak terlibat masalah dari masalah Narkoba, Pencurian,, Penganiayaan bahkan sampai kepada kasus pembunuhan, ada kemungkinan kadang-kadang mereka semua lemah dan dapat dikalahkan oleh dorongan-dorongan dan bujukan-bujukan dari luar. Disinilah letak peran seorang Pengasuh dan Pendidik, bermula dari lembaga pendidikan dimana bahan mentah mulai dibentuk untuk menjadi seorang generasi penerus Kepolisian. Seorang Pengasuh dan Pendidik harus dapat membantu siswa dalam mencari dan membentuk karakter dari anak didiknya itu, baik dan bagusnya siswa merupakan tanggung jawab bersama seluruh civitas pendidikan dan pengasuhan.    
 












5
BAB   II
TUJUAN  PENDIDIKAN   KARAKTER




1.         Pengaruh  Lingkungan  Membentuk  Karakter  Siswa   
           
Seperti kita ketahui bahwa masa muda adalah puncak dari segala kekuatan dan perhatian remaja terhadap masalah lingkungan disekitarnya sangat besar. Semenjak mereka mulai memasuki masa remaja dan meninggalkan umur kanak-kanak yang penuh ketergantungan, maka perhatian kepada lingkungan yang baru mulai meningkat.
            Disamping perkembangan pribadi dan social yang meningkat, maka mingkat pula perkembangan ideologinya. Pertumbuhan kecerdasan mereka telah sampai kepada mampu memahami hal-hal abstrak dan dapat mengambil kesimpulan yang abstrak dari kenyataan yang dilihatnya. Bersamaan dengan itu pengetahuan yang mereka dapat disekolah atau tempat pendidikan, telah dapat menolong mereka untuk lebih mengembangkan perhatian terhadap masalah-masalah social yang dihadapi .
            Apabila para siswa melihat adanya perbedaan nilai-nilai moral dan agama yang mereka pelajari dengan kenyataan dalam pola pengasuhan maka mereka akan merasa gelisah dan tidak senang. Apalagi mereka melihat adanya kepincangan-kepincangan antara sesam pengasuh dalam memberikan arahan atau komando dalam proses pembentukan jati diri selama mereka berada di lembaga pendidikan, misalnya adanya perbedaan yang menyolok antara pengasuh yang satu dengan pengasuh yang lain, antara pemimpin dengan anak buahnya, mereka akan kecewa dan cemas karena dalam jiwa siswa sedamh berkembang rasa idealism yang tinggi.


6
            Mereka dalam hal ini siswa didik kita ingin melihat nilai-nilai hidup yang mereka pelajari atau baca sebagai nilai ideal itu, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan dimana mereka menjalani kehidupannya untuk menyongsong masa depannya. Kekacauan yang berulang-ulang terjadi akan menyebabkan timbulnya rasa frustasi dalam hati mereka. Rasa frustasi yang sangat itu akan mencari sasaran peledakan, salah satu contoh seorang siswa yang kehidupannya sebelum masuk lembaga pendidikan sangat bebas dalam hal makanan, tiba-tiba harus dihadapkan pada masa dimana dalam hal makan harus sesuai dengan waktu dan tidak ada kebebasan dalam hal jajan, satu sisi dalam pandangan pengasuhan bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar dan harus diikuti oleh semua peserta didik yang masuk dalam lembaga pendidikan “ kawah candradimuka “ peraturan yang harus diikuti dengan harga mati, bila melanggar berarti sanksi yang sangat melelahkan jiwa dan raga. Pengasuh tersebut tidak mau membuka sedikit pintu hatinya, bahwa perubahan drastis yang terjadi dalam jiwa siswa itu sebenarnya meninggalkan suatu ruang misteri dalam hati yang kelak akan membentuk suatu tatanan jiwa dalam karakternya. Siswa secara jujur menginginkan adanya tempat curhat, dan tempat curhat itu adalah “ sang Pengasuhnya sendiri “.
 











7
2.         Gaya Kepemimpinan Pengasuh dalam Pembentukan Karakter 

Kepemimpinan merupakan kualitas perorangan. Individu Pengasuh memiliki kepribadian dan kecerdasan yang secara otomatis dapat menempatkannya sebagai pemimpin kelompok atau Komandan Pleton, Komandan Kompi maupun Komandan Detasemen. Penampilan pribadi seolah-oleh merupakan mistik sehingga dipandang sebagai pemimpin pada jamannya. Ada tiga model kepemimpinan sosok pengasuh dalam proses pembentukan karakter di lembaga pendidikan, antara lain  :    

a.      Gaya Kepemimpinan Pengasuh Direktif – Otoritatif.

Gaya  kepemimpinan  ini  adalah gaya yang memberikan peluang yang sangat luas kepada pengasuh untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan siswa untuk mengemukakan pendapat dan keluhannya sangat terbatas. Pengasuh ini merupakan pusat komando dan pusat perintah terhadap siswanya, sehingga siswa harus tunduk pada semua perintah pengasuh dengan alasan untuk mencapai target organisasinya.
 











8
 b.  Gaya Kepemimpinan  Pengasuh  Persuasif.
     
      Gaya kepemimpinan ini adalah gaya pengasuh dalam melaksanakan otoritas dan control kepemimpinannya, terutama dalam pemecahan masalah dalam organisasi yang menyangkut keadaan individu siswanya. Pengasuh memperhatikan masukan – masukan dari bawahannya atau siswanya. Bawahan atau siswa mendapat kebebasan terbatas untuk mengemukakan pendapat dan keluhannya, kondisi yang ada didalam organisasi merupakan hasil keputusan bersama, meskipun porsi masukan dari bawahan atau siswa sangat kecil .

 


















9
        c.  Gaya  Kepemimpinan Pengasuh Partisipatif.
    
     Gaya kepemimpinan ini adalah gaya Pengasuh yang memberikan kesempatan dan kebebasan kepada siswanya untuk mengemukakan pendapat dan keluhannya. Pengasuh dan siswa bekerja samasecara penuh sebagai suatu regu ( team ) . Pengasuh tidak langsung berperan serta, dia mendelegasikannya kepada salah satu siswa yang telah ditunjuk secara aklamasi sebagai Komandan Pleton Siswanya. Pendelegasian ini menunjukan adanya kebebasan bertindak dalam batas tertentu. Kendatipun kebebasan siswa sangat dominan, namun tanggung jawab pembuatan keputusan tetap ada pada sang pemimpin dalam hal ini adalah pengasuhnya .

 















10

3.         Pelayanan  Pengasuh sebagai Pembentukan  Karakter  Siswa

a.      Layanan  Orientasi

Layanan Orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan pengasuh untuk memperkenalkan siswa yang baru dan atau pengenalan siswa terhadap lingkungan yang baru dimasukinya.  Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan  bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang, ibat seseorang yang baru pertama kali datang di sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba “ buta “ , buta tentang arah yang hendak dituju, buta tentang tujuan jalan, buta tentang ini dan itu. Akibat dari kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dan tidak mencapai apa yang hendak ditujunya.

Demikian juga  bagi siswa baru disekolah atau seseorang yang baru masuk kelembaga pendidikan yang jelas-jelas akan membentuk kepribadian dan karakternya, maka ia pun akan mengalami kebutaan. Buta akan peraturan kedinasan yang harus diikuti, buta akan tata krama dalam bergaul dan bertindak, buta akan bagaimana berbicara dan menyampaikan pendapat, dan masih banyak ketidak tahuan siswa dengan lingkungan barunya. Siswa ibarat kertas putih yang masih kosong, dia siap untuk ditulis apapun juga, pengasuh dan lembaga pendidikannya yang sangat berperan untuk menjadikan siswa sebagai generasi penerus yang siap akan segala-galanya .




11
Bentuk layanan pengasuh yang harus dimainkan disini adalah :
(1)   Segera dan secepat mungkin mendampingi siswa untuk memahami lingkungan barunya, yaitu  lingkungan fisik, seperti gedung-gedung, peralatan yang digunakan dan kemudahan dalam menggunkan sarana fisik tersebut .
(2)   Mendampingi dan mengajarkan kepada siswa apa dan bagaimana materi dan kondisi kegiatan yang ada di lembaga tersebut, seperti jenis kegiatan yang harus diikuti, lamanya kegiatan berlangsung, syarat-syarat yang harus diikuti dan digunakan siswa dan suasana kegiatan yang dihadapi siswa setiap harinya .
(3)   Memperkenalkan dan mengarahkan penerapan dari peraturan dan berbagai ketentuan lainnya, seperti penciptaan disiplin pribadi, apa hak dan kewajiban siswa selama mengikuti pendidikan .
(4)   Memperkenalkan jenis personal yang ada dan menjabarkan tugas masing-masing dan saling hubungan kerja diantara mereka, seperti siapa yang menjabat Komandan Pleton Pengasuh, siapa komadan Kompi dan komandan Detasemennya, bagaimana hubungan kerja diantaranya dan bagaimana hirarki kepemimpinannya . 

b.      Layanan  Informasi

Layanan informasi disini adalah bentuk layanan pengasuh yang memberikan pemahaman kepada individu atau siswa yang berkepentingan, berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Ada tiga alasan mengapa layanan informasi ini diberikan dan perlu diselenggarakan  :


12
(1)   Untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar, seperti bagaimana cara bertanya kepada pengasuh atau pimpinan yang lain, bagaimana cara memimpin teman sendiri, bagaimana cara makan, bagaimana cara berpindah dari tempat yang satu ketempat yang lain dan kegiatan lain ytang masih berkaitan dengan kontek pengasuhan dan pendidikan .
(2)   Untuk membantu siswa dalam menentukan arah hidupnya “ saya akan menjadi Polisi yang seperti apa “. Syarat dasar untuk dapat menentukan arah hidupnya adalah apabila siswa mengetahui informasi apa yang harus dilakukan serta bagaimana bertindak secara kreatif dan dinamis berdasarkan atas informasi-informasi yang diberikan oleh pengasuhnya itu diharapkan siswa dapat membuat rencana-rencana dan bertanggung jawab atas rencana yang dibuatnya itu.
(3)   Untuk membantu siswa dalam menciptakan kondisi pribadi. Setiap siswa adalah unik, keunikannya itu akan membawa pola-pola dalam perilaku dan bertindak yang berbeda dengan aspek-aspek kepribadian yang berbeda pada masing – masing individu. Pertemuan antara keunikan individu yang ada dilingkungan siswa diharapkan dapat menciptakan berbagai kondisi baru baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi rekan siswa yang lain. Dengan demikian akan terciptakan dinamika perkembangan siswa berdasarkan potensi positif yang ada pada diri individu siswa dan lingkungannya .



13
c.       Layanan  Bimbingan  Belajar .

Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di lembaga pendidikan. Bimbingan terhadap siswa dalam hal belajar bukan hanya menjadi tanggung jawab bagi Tanaga Pendidik saja, namun seorang pengasuh-pun harus ikut memiliki rasa tanggung jawab untuk ikut membantu siswa dalam hal belajar.
Prof. Dr. H. Prayitno, Msc,Ed  dan  Drs. Erman  Amti (1994 ; 279) mentakan bahwa “ Pengalaman menunjukan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan kebodohan atau rendahnya intelegensi, sering kegagalan  itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbinganyang memadai “.

 














14
Layanan bimbingan belajar dapat dilaksanakan melalui tahap – tahap sebagai berikut  :
(1)   Tahap pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar.
Dilembaga pendidikan atau disekolah disamping banyak siswa yang berhasil gemilang dalam belajar, sering pula di jumpai adanya siswa yang gagal seperti nilai yang jelek, mendapat her dalam pelajaran atau dinyakan tidak lulus dalam salah satu mata pelajaran. Secara umum , siswa-siswa yang seperti ini dapat dipandang sebagai siswa yang mengalami masalah belajar. Masalah belajar memiliki bentukyang banyak ragamnya, yang pada umumnya dapat digolongkan sebagai berikut  :

 
















15
(a)    Keterlambatan Akademik  : yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal.
(b)   Ketercepatan Dalam Belajar   :  yaitu  keadaan siswa yang memiliki bakat akademik  yang cukup tinggi atau memiliki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan belajarnya yang amat tinggi itu
(c)    Sangat  Lambat Dalam Belajar   :  yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademi yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan atau pengajaran khusus .
(d)   Kurang Motivasi Dalam Belajar   :  yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajarm mereka seolah-oleh tampak jera dan malas.
(e)    Bersikap dan Berkebiasaan Buruk Dalam Belajar   :  yaitu  kondisi siswa yang kegiatan dan perbuatan belajarnya sehari-hari antagonostik dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru,tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya. 
Untuk mengetahui hal tersebut Gadik atau Pengasuh dapat mengetahuinya melalui : tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar dan pengamatan terhadap perkembangan siswa .




16

BAB   III
PENDIDIKAN   KARAKTER
DILEMBAGA PENDIDIKAN KEPOLISIAN



Dr. H. IKE EDWIN , SH, MH  selaku  Ka SPN Lido pada kesempatan Rapat Kordinasi terbatas Pengasuh dan Tenaga Pendidik ( 16 Juni 2008 ) mengatakan bahwa “ Masa basis atau masa Pembinaan Dasbhara  adalah masa penggemblengan dalam pembentukan karakter siswa, jangan ada dan jangan sampai terlihat adanya pengendoran-pengendoran dalam pembentukan karakter siswa, peran aktif pengasuh sangat diperlukan dan dilakukan dengan efektif dan sistematis 
Lebih jauh dikatakan bahwa, tahap pembentukan karakter siswa oleh pengasuh dapat dilakukan pada tahap-tahap sebagai berikut :
  1. Pada kegiatan apel malam hari, pengasuh dapat mengambil apel, hal ini dimungkinkan dan dimanfaatkan untuk pembentukan sikap perorangan dengan melakukan refleksi kegiatan dan melakukan analisis dan pembentukan sikap.
 












17


  1. Jangan segan untuk memberikan kegiatan yang bersifat membuat efek jera bagi siswa, kegiatan efek jera ini harus terukur dan benar-benar merupakan kegiatan yang bersifat pendidikan, sebagai contoh  : dalam satu kegiatan apel bersama ( apel Danki maupun resimen ) bila ditemukan ada pelanggaran dapat diberikan hukuman kepada pleton yang melanggar tersebut, dan pelaksanaan hukuman dilakukan didepan seluruh pasukan, hal ini dimaksudkan untuk memberi contoh dan efek jera  kepada yang lain, selama pleton tersebut melaksanakan hukuman tersebut pemimpin tetap memberikan arahan, dan pleton yang dihukum dapat dijadikan sebagai feed back bagi siswa yang lain.


18
Dengan satu catatan bahwa pemberian hukuman jangan dilakukan terhadap satu resimen atau keseluruhannya karena hal tersebut tidak membentuk sikap perorangan.
  1. Ketrampilan perorangan merupakan salah satu pembentukan karakter, dan hal tersebut dapat diwujudkan melalui beberapa media pembelajaran dilapangan seperti  :  Pelajaran Peraturan Baris Berbaris dan lain sebagainya, pembentukan karakter diarahkan kepada terbentuknya sikap perorangan antara lain  :
a.       Kaputuhan.
b.      Loyalitas.
c.       Kehormatan.
d.      Keuletan.
e.       Kebersamaan
f.       Jiwa Korsa.
 














19

1.         Kriteria nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter.

            Bagaimana menentukan criteria nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter ? hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks kelembagaan tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Oleh karena itu, criteria penentuan nilai-nilai ini sangatlah dinamis, dalam arti kata aplikasi praktisnya akan mengalami perubahan terus menerus, sedangkan jiwa dari nilai itu sendiri tetap sama .
            Sependapat dengan gagasan Komensky dalam Doni Koesoema ( 2007 :2008 ) yang mengatakan bahwa : “ kepada anak didik semestinya diajarkan seluruh keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan karakter, sebab sekolah merupakan sebuah lembagayang dapat menjaga nilai-nilai sebuah masyarakat.
Oleh karena itu, bukan sembarang cara bertindak , pola perilaku, yang diajarkan didalam sekolah melainkan nilai-nilai yang semakin membawa proses membudaya dan manusialah yang boleh masuk kedalam penanaman nilai disekolah. Sikap-sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani, mayoritas, penindasan terhadap manusia lain dan lain-lain tidak pernah boleh masuk dalam lembaga pendidikan sekolah.

            Untuk itu ada beberapa criteria nilai yang bias menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan disekolah. Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka karena masih bisa ditambahkan nilai-nilai yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja, nilai – nilai tersebut antara lain   :



20
  1. Nilai  Keutamaan  :  Manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan yang utama, yang membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Nilai-nilai seperti kepahlawanan, jiwa pengorbanan, mementingkan kesatuan bangsa dari pada kepentingan kelompok, merupakan nilai keutamaan yang memiliki akar tradisi sejarah yang kuat dalam perjalanan bangsa kita .

  1. Nilai  Keindahan   :  Pada masa lalu nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni ( patung , bangunan ). Bangsa Indonesia sejak dulu memiliki rasa religiositas, rasa seni yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari mahakarya nenek moyang kita seperti dalam relief Candi Borobudur. Nilai-nilai estetis dan religiositas ini mestinya menjadi bagian penting dalam pendidikan karakater .

  1. Nilai  Kerja   :  Menjadi manusia yang utama adalah menjadi manusia yang bekerja . Untuk itu butuh kesabaran, ketekunan dan jerih payah, jika lembaga pendidikan kita tidak menanamkan nilai kerja ini, individu yang terlibat didalamnya tidak akan dapat mengembangkan karakter  dengan baik. Budaya mencontek, tidak jujur, mencari bocoran soal, beli kunci jawaban soal ulangan dan lain lain, bertentangan dengan penghargaanatas nilai kerja ini. Bangsa kita adalah sebuah bangsa yang bekerja keras .





21

2.         Keteladanan
           
            Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru yang dalam bahsa jawa berarti digugu lan ditiru , sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. Tumpuan pendidikan karakter itu ada dipundak para guru. Konsisten dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui pembelajaran didalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri guru, dalam kehidupannya yang nyata diluar kelas. Karakter guru menentukan warna kepribadian anak didik.
            Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan karakter adalah apakah terdapat model peran dalam diri insan pendidik ( guru, staf, karyawan, kepala sekolah, pengurus perpustakaan dan lain-lain ) . Demikian juga , apakah secara kelembagaan terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku yang bias diteladani oleh siswa sehingga apa yang mereka pahami tentang nilai-nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka, melainkan dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dalam perilaku individu atau lembaga sebagai manifestasi nilai . 
 











22
DAFTAR  PUSTAKA


1.      Doni  Koesoema. A , Pendidikan  Karakter, Penerbit – Grasindo , Jakarta , 2007 .

2.      H. Prayitno, Prof, DR, M.Sc.Ed ,  Dasar – dasar Bimbingan dan Konseling,  Penerbit – Rineka Cipta , Jakarta , 1994.

3.      Sitanggang. BA, SH,   Membina Generasi Penerus Kahidupan Bangsa , Penerbit – Monora , Medan  1989.

4.      Zakiah  Daradjat. Dr.

-. Pembinaan  Remaja ,  Penerbit – Bulan Bintang , Jakarta  1982 .
-. Problema  Remaja di Indonesia  ,  Penerbit  -  Bulan Bintang , Jakarta    1974  





23




            Kita maklumi bersama, bahwa tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang sehat jasmani dan rohani. Generasi Penurus Kepolisian yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Sekolah Kepolsian Negara Lido adalah Remaja sebagai generasi penerus bangsa yang tentunya perlu pembinaan untuk mempersiapkan diri agar menjadi insan Polri yang dewasa secara phisik dan psikhis / rohaniah. Tentunya dalam tahap pembinaan tersebut banyak menghadapi berbagai masalah yang luas dan komplek, yang harus ditanggulangi secara serius.
            Masa pembentukan adalah suatu periode yang rawan yang memerlukan pengasuhan dan pembinaan serta pendekatan dari seorang pengasuh yang dapat mewarnai pembentukan karakternya. Dimana pembentukan karakter yang didapat dilembaga pendidikan dapat mempengaruhi kehidupannya dimasa depan, dan akibatnya akan mempengaruhi masa depan Kepolisian.




iv

            Prof. H. SUKARNA. MA ( Rektor IKIP Medan ) mengatakan bahwa masalah remaja dan generasi muda adalah masalah kita semua, semua kita bertanggung jawab dalam pembinaan mereka, karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan meneruskan kelangsungan hidup Negara dan Bangsa Indonesia. Banyak permasalahan dikalangan remaja dan generasi muda yang perlu jadi perhatian dalam usaha mendidik mereka menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu menjadi pemimpin bangsa ini kelak.
            Sejalan dengan pendapat diatas, B.A. SITANGGANG, SH. Mengatakan bahwa membina remaja merupakan tugas dan tanggung jawab yang mulia bagi orang tua, Guru atau para Pendidik, Aparat Pemerintah dan semua pihak. Dapat kiranya dipastikan bahwa tidak seoranagpun diantara kita yang hendak mengelakan tugas dan tanggung jawab ini, akan tetapi kekurang pahaman kita tentang mengetahui kepribadian dan permasalahan anak didik kita , membuat kita enggan membicarakan dan enggan untuk melaksanakan pembinaan yang serius dan mengarah kepada pembentukan karakter anak didik kita .
           Penulis sangat berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak KA SPN LIDO, Drs. H. IKE EDWIN, SH, MH yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat referensi dalam pengasuhan dan pembinaan ini. Penulis sungguh bersyukur atas selesainya buku yang amat sangat sederhana ini, semoga diseberang jerih payah maupun hambatan yang dihadapi, dapat kiranya buku ini untuk dibaca dan dipetik manfaatnya sehingga tercapai hasil yang diniatkan.
            Atas segala perhatian dan dukungan pembaca yang budiman terlebih dahulu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya .
                                                           
Penulis
 WS
v
BAB   I
PEMAHAMAN  UMUM  TENTANG  KARAKTER




            Studi tentang karakter telah lama menjadi pokok perhatian para psikolog, pedagog dan pendidik. Apa yang disebut karakter bias dipahami secara berbeda-beda oleh para pemikir sesuai penekanan dan pendekatan mereka masing-masing. Oleh karena itu memang tidak mudahlah menentukan secara definitive apa yang dimaksud dengan karakter.
            Secara umum, kita sering mangasosiasikan istilah karakter dengan apa yang disebut temperamen yang memberikan sebuag definisi yang menekankan unsure psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan kontek lingkungan. Kita juga bias memahami karakter dari sudut pandang behaviorial yang menekankan unsur sematopsikis (semata-mata pada jiwa) yang dimiliki oleh individu sejak lahir.  Disini istilah karakter dianggap sama denga kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai cirri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan orang sejak lahir .
Berbicara tentang karakter dalam pendidikan, mau tidak mau kita mempertanyakan secara kritis gambaran manusia macam apa yang ada dalam kepala kita. Benar kata FRAIRE, bahwa  “ setiap psikis pendidikan  mengandaikan sebuah konsep tentang manusia dan dunia “. Dari gambaran manusia inilah kita mampu menurunkan jawaban-jawaban yang konsisten atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pendidikan. Memahami pendidikan karakter sebagai hasil dari usaha manusia tidaklah tanpa masalah. Jika dipahami secara demikian, pendidikan karakter menjadi semacam tambahan atau asesoris bagi manusia berupa hasil dari pengembangan dirinya.


1
Doni Koesoema. A  ( 2007 ; 82 ) mengatakan bahwa “ apakah karakter hanyalah asesoris atau embel-embel semata yang menjadi nilai tambah seorang pribadi ? Dimana kekhasan dan kepentingan pendidikan karakter dalam kontek keharmonisan dengan kodrat natural kita ? AApakah karakter itu hanya berupa kualitas kepribadian yang ditambahkan pada seorang pribadi atau justru karakter pada hakekatnya merupakan struktur intern dalam diri manusia sehingga karakter merupakan sekaligus proses dari hasil ( berupa kualitas kepribadian ) pertumbuhan itu sendiri. Denga kata lain apakah karakter itu sesungguhnya struktur antropologis dari manusia itu sendiri “ .


1.       Terminologi  Karakter

            Akhir abad ke-18 terminologi karakter muncul dan mengacu pada sebuah pendekatan idealis – spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normative. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden ( diluar segala kesanggupan manusia / luar biasa / utama ) yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan social. Namun pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti dari sejarah pendidikan itu sendiri.
            Pendidikan karakter berkembang dalam sejarah peradapan umat manusia, asumsi-asumsi pokok dibalik ini bagaimana pemahaman konseptual tentang manusia sebagai “homo educans” (manusia yang  pembelajar) yang terlahir dari dinamika sejarah tersebut. Selain meletakan sejarah pendidikan karakter dalam lingkup global, sejarah pendidikan karakter juga dalam konteks ke Indonesiaan dengan menyelami secara khusus pendidikan karakter seperti digagas oleh pemikir Indonesia Bapak. Ir. Soekarno, melalui gagasannya tentang pembentukan karakter bangsa, tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, serta relevansi , tantangan dan perkembangannya bagi pendidikan karakter di Indonesia .
2
           
 













Dalam area proses pembelajaran dan pelatihan dilembaga pendidikan setiap peserta didik atau siswa senantiasa mengingat apa karakter dari pengasuh dan pendidiknya. Ada beraneka ragam jenis karakter yang melekat pada tiap-tiap pengasuh, ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang tampil sebagai pahlawan dan ada yang sebagai pemimpin saja, ada karakter yang dapat berkesan bagi siswanya tapi ada pula karakter yang tidak disukai oleh siswanya, semua hal tersebut tidak dapat dihalangi dalam suatu proses pembelajaran dan pembentukan siswa. Pilihan siswa terhadap karakter dari pengasuhnya akan terekam dengan baik dan selalu diingat sampai kapan pun. Karakter pengasuh akan membentuk suatu kepribadian tersendiri bagi siswa didiknya


3


2.         Pandangan  Siswa terhadap  Karakter  Pengasuh

            Homeros dalam Doni Koesoema ( 2007 ; 13 ) mengatakan bahwa gambaran manusia ideal tampil dalam gambaran diri seorang pahlawan. Ia memiliki gambaran yang tegas antara apa yang disebut manusia yang baik  ( berkeutamaan ) dan manusia yang tidak baik ( tidak memiliki keutamaan ). Oleh karena itu ideal manusia adalah menjadi manusia yang baik (aner agathos). Manusia yang digambarkan disini adalah manusia yang memiliki kualitas penampilan phisik, sukses dan terkenal tanpa cacat. Ia harus memiliki kegemilangan keberanian dan memperoleh kemenangan dalam perang, harus kuat, besar dan tampan, harus berbicara dengan baik didalam permusyawaratan dan memberikan nasehat yang masuk akal.
            Bagi pandangan siswa terhadap pengasuh dalam proses pengasuhan dan pembinaan akan selalu berkiblat pada karakter pengasuh yang ditampilkannya sehari-hari. Siswa akan mencontoh dan sedapat mungkin meniru karakter yang ditampilkan pengasuhnya dan tentunya karakter yang ditiru oleh siswa adalah karakter yang disenanginya.
Agama adalah media yang tepat dalam pembentukan karakter siswakarena jauh sebelum siswa masuk kedalam lembaga pendidikan seperti sekarang ini dia sudah mendapat bimbingan baik dari orang tuanya maupun gurunya melalui media pembelajaran kehidupan beragama. Sering kita lihat ada seorang Gadik yang memerintahkan siswa bahkan mungkin menghukum siswa bila tidak melaksanakan kegiatan agama, namun dibalik itu semua gadik yang merupakan wakil orang tuanya tidak menyertakan dengan kegiatan individunya, dalam arti kata bila kita memerintahkan anak didik kita untuk shollat atau sembahyang maka kita pun seharusnya ikut pula melaksanaknnya dan akan lebih baik bila gadik tersebut mau berdampingan dengan siswa tersebut.

4
            Seperti apa yang diungkapkan oleh Dr. Zakiah Daradjat ( 1982 ; 15 ) yang mengatakan bahwa “ dalam pembinaan moral, terutama bagi remaja, agama sangat penting. Pembinaan itu terjadi melalui kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua dengan jalan memberi contoh. Dan pembinaan itu tidak mungkin dilakukan dengan jalan pengertian saja, karena kebiasaan jauh lebih berpengaruh dari pengertian dan pengetahuan tentang moral, apalagi pada orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.
            Banyak contoh dilapangan bahwa petugas Kepolisian banyak terlibat masalah dari masalah Narkoba, Pencurian,, Penganiayaan bahkan sampai kepada kasus pembunuhan, ada kemungkinan kadang-kadang mereka semua lemah dan dapat dikalahkan oleh dorongan-dorongan dan bujukan-bujukan dari luar. Disinilah letak peran seorang Pengasuh dan Pendidik, bermula dari lembaga pendidikan dimana bahan mentah mulai dibentuk untuk menjadi seorang generasi penerus Kepolisian. Seorang Pengasuh dan Pendidik harus dapat membantu siswa dalam mencari dan membentuk karakter dari anak didiknya itu, baik dan bagusnya siswa merupakan tanggung jawab bersama seluruh civitas pendidikan dan pengasuhan.